Seringkali kita senang dengan nama yang
berbau internasional. Seolah-olah hal yang sudah menginternasional itu
jauh lebih baik dari yangkita miliki.
Kita lupa dan tak belajar sejarah
bangsa. Budi Utomo, KH. Ahmad Dahlan, KH Wahid Hasyim adalah contoh nama
beberapa tokoh yang sudah lebih dulu mendirikan RSBI. Bahkan ketika Ki Hajar Dewantoro menjadi menteri pendidikan Indonesia yang pertama, RSBI sudah menjadi sekolah kebanggaan kita.
RSBI yang
mereka dirikan bukanlah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang
membuang bahasa daerah, dan dana yang begitu besar. RSBI yang mereka
dirikan adalah Rintisan Sekolah Berkarakter Indonesia.
Tidak melupakan bahasa daerah dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Mereka pun sangat jago dalam berbagai bahasa, sehingga
menularkan kemampuannya itu dalam pelajaran bahasa asing. Tak salah,
bila mereka menulis artikel dengan bahasa asing, ketar-ketirlah orang “bule” membaca pola pikir orang Indonesia yang Visi dan Misinya jauh ke depan.
Budi Utomo melalui pergerakannya
mendirikan sekolah STOVIA yang sekarang ini gedungnya masih kita lihat
tegar berdiri. Bukan hanya itu, STOVIA telah melahirkan para dokter
Indonesia yang ahli di bidangnya. Tak kalah dengan dokter-dokter dari
lulusan luar negeri.
KH Ahmad Dahlan, dengan organisasi
Muhammadiyahnya mampu membuat sekolah yang tak kalah mutunya dengan
sekolah asing pada zamannya. Bahkan kita lihat sampai saat ini,
sekolah-sekolah Muhammadiyah terus berkembang pesat dan mewarnai dunia
pendidikan Indonesia.
KH Wahid Hasyim (ayahanda presiden
Gusdur) juga tak kalah populer di bidang pendidikan. Banyak pondok
pesantren berbasis NU yang dikelola secara modern. Pendidikan di Ponpes
sampai saat ini terus dipercaya masyarakat. Mutunya juga tak kalah
bersaing dengan sekolah sejenis di luar negeri sana. Bahkan banyak siswa
dari luar negeri ikut bersekolah di pesantren berbasis NU.
Kita terkadang sering melupakan sejarah.
Kita terpengaruh dengan budaya barat dan timur yang belum tentu tepat
diterapkan di negara kita. Mengapa kita tak percaya dengan diri sendiri?
Bukankah sekolah Berkararkter orang Indonesia jauh lebih baik daripada
berkarakter orang bule yang fasih dalam bahasa mereka?
Kita bukan tak mau anak-anak kita
dibekali bahasa asing. Bahasa Asing itu penting dikuasai karena banyak
buku bagus berpengetahuan tertulis dalam bahasa asing. Tokoh-tokoh
pendidikan kita banyak mengambil pelajaran dari buku Bahasa Asing itu.
Merekapun belajar dan menerapkannya tanpa kehilangan kearifan lokal.
Itulah mengapa banyak orang asing akhirnya belajar ke negeri ini. Banyak
guru yang mumpuni di bidangnya.
Rintisan Sekolah Berkarakter Islami
harus mulai dikampanyekan kembali. Kita harus belajar dari sejarah
bangsa. Dunia pendidkan kita sebenarnya tak terlalu tertinggal jauh
dengan negara lainnya. Hanya saja, kita sering merasa rendah diri. Kita
lupa bahwa negera kita terdiri dari 17.508 pulau. Negera kita adalah
negera kepulauan, dimana penguasaaan TIK harus dikedepankan agar para
pendidik mampu berkomunikasi dan saling memberi informasi. Internet
menjadi salah satu media murah yang menjanjikan.
Kunci utamanya adalah pada SDM guru.
Rintisan Sekolah Berkarakter Indonesia harus dimulai dari SDM guru.
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) harus dibenahi. LPTK harus
melahirkan guru-guru berkualitas sehingga dari guru yang berkualitas
ini akan lahir pula peserta didik yang berkualitas pula.
Masalahnya, banyak LPTK yang tak
menyedari ini. Dosen-dosen senior asyik dengan proyek sana-sini.
Mahasiswa dan mahasiswi hanya diberikan tugas-tugas setiap hari.
Seolah-olah pembelajaran seperti itu sudah pas buat orang dewasa.
Rupanya banyak dosen kita yang harusnya disertifikasi terlebih dahulu.
Bukan guru yang menjadi obyek mereka. Bahkan banyak dosen yang harus
diperbaiki cara mengajarnya. Itulah yang dapat kita lihat secara kasat
mata. Jangan marah ya!
Ketika sertfikasi guru muncul, tidak
diimbangi dengan sertifikasi dosen LPTK yang bermutu. Akhirnya,
sertifikasi guru hanya menjadi dagelan lucu seperti kita menyaksikan
acara bukan empat mata tukul arwana. Mohon maaf, guru-guru diajari oleh
dosen perguruan tinggi yang tak bermutu. Itulah cerita dari teman-teman
yang sudah mengikuti PLPG.
Sudahlah kita tak usah saling
menyalahkan. Kita introspeksi diri saja. Guru dan dosen di negeri ini
harus bersatu memajukan pendidikan di negeri ini. Tidak perlu marah bila
organisasi guru seperti PGRI tidak diakui oleh pemerintah. Sebab PGRI
yang katanya organisasi guru dikuasai oleh Dosen sebagai pimpinannya.
Alangkah lucunya negeri ini, organisasi
guru dipimpin oleh mereka yang bukan guru. Sudah jelas dalam
undang-undang guru dan dosen. Guru mengajar di sekolah dan dosen
mengajar di kampus. Jadi ikhlaskan saja organisasi guru diberikan kepada
guru, dan silahkan dosen membentuk organisasinya sendiri.
Pabaliut! Begitulah kata istri saya yang
orang sunda melihat dunia pendidikan kita. Itulah yang terjadi di
negeri ini. Rusak Sudah bangsa Ini (RSBI) yang dituliskan oleh Yudhistira ANM Massardi di koran kompas cetak, dan dipublish juga di kompas.com membuktikan itu. Anda bisa melihatnya di sini.
Rakyat kita memang sudah letih. Banyak
kebijakan pendidikan yang tak sesuai pada tempatnya. RSBI hanya menjadi
sebuah proyek, dan rakyat harus mengalami akibatnya. Si miskin lagi-lagi
tak bisa sekolah, karena RSBI nyatanya untuk orang-orang berduit saja.
Padahal pendidikan bukan hanya untuk si kaya. Sejarah bangsa dan UUD
menuliskan, pendidikan harus dinikmati oleh semua rakyat Indonesia.
Rintisan sekolah Berkarakter Islami
harus kita galakkan kembali. Semua anak harus bisa sekolah di negeri ini
dengan karakter bangsa yang diturunkan oleh nenek moyang kita. Kita
adalah pelaut ulung, karena lautan kita lebih luas dari daratannya. Kita
adalah bangsa yang suka bekerja keras, meskipun berada dalam daerah “cincin api” yang berbahaya. banyak gunung berapi di negeri ini, yang siap meletus kapan saja.
Karakter orang Indonesia terkenal ramah
dan senang bergotong royong. Saling bahu membahu dalam sebuah kegiatan.
Itulah yang sering ditakuti oleh penjajah. Oleh sebab itu belanda selalu
memecah belah orang Indonesia dengan politik pecah belah dan jajahlah.
Bhinneka Tunggal Ika
harus terjaga agar persatuan negeri ini tetap kokoh sepanjang jaman.
Kita harus melahirkan peserta didik yang pancasilais sejati. Bukan hanya
sekedar teori, tetapi langsung dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Akhirnya, saya hanya ingin berpesan
kepada khalayak ramai. Rintisan sekolah berkarakter Islami (RSBI)
harus mampu melahirkan peserta didik yang berprestasi, kreatif, dan
berkarakter. Tak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk mencari contoh
sekolah berkarakter itu. Sebab sekolah-sekolah itu sudah ada dalam bumi
pertiwi yang luas. Kita bisa belajar dari sekolah-sekolah berbasis
Muhammadiyah dan Pondok Pesantren berbasis NU.
salam Blogger Persahabatan
Omjay
Tidak ada komentar:
Posting Komentar